Translate

Jumat, 16 April 2010

MEMAHAMI KAWASAN PURA LEMPUYANG

Yang dimaksud dengan gunung catur loka phala salah satunya adalah gunung Lempuyang yang letaknya disebelah timur atau ujung timur pulau Bali terdapat di Kabupaten Karangasem, merupakan stana Bhatara Hyang Gnijaya, tempat memuja Dewa Icwara, dilambangkan dengan warna putih sebagai dewa pengemban dharma, penegak kebenaran, keadilan, penuntun rokhani mental spiritual. Dahulu puncak gunung Lempuyang ini disebut juga puncak Bisbis, mungkin dihubungkan dengan kondisi alam yang selalu berkabut dan sering turun hujan gerimis, sebagai puncak yang terakhir atau penghabisan. Gunung ini sekarang lebih dikenal dengan nama Lempuyang Luhur. Ditempat ini Ida Bhatara Hyang Genijaya melaksanakan yoga samadhi sampai mencapai kesempurnaan bathin amoring acintya.
Gunung Lempuyang letaknya disebelah barat Gunung Seraya, karena gunungnya berjajar maka disebut gunung kembar. Kedua gunung ini melambangkan sifat rwa bhineda, yang diwujudkan dalam bentuk padma kembar. Struktur pura yang memiliki padma kembar dapat dilihat di pura Penataran Agung Silawana Hyang Sari. Gunung Seraya melambangkan Purusa dan Gunung Lempuyang melambangkan Pradana. Di Gunung Seraya terdapat pura yang disebut Bhur, Bhwah, Swah. Seratus meter dibawah pura swah loka terdapat lima mata air yang disebut dengan tirta panca dewata. Gunung seraya lebih tinggi 300 m daripada gunung lempuyang. Untuk dapat kesana dapat melalui Desa Seraya (sekitar pura puseh desa seraya). Kendaraan bermotor bisa sampai dikaki gunung seraya di boar-boaran.
Struktur Sad Kahyangan Giri Lempuyang
Kawasan gunung Lempunyang dibagi dalam tri mandala yaitu; dasar , madya dan puncak.
  • Kaki gunung disebut dengan lempuyang dasar, stana Sang  Ananta Bhoga, tunggangan Bhatara Brahma sebagai simbul sang pencipta dari tidak ada menjadi ada.  Dasar gunung ini diwujudkan dengan Kahyangan Pura Dalem Dasar Lempuyang,  berkedudukan sebagai pradana.
  • Madyaning gunung disebut lempuyang madya. Madyaning giri lempuyang linggih Sang Naga Basukih, tunggangan Bhatara Wisnu, sebagai lambang dewa pemelihara. Madyaning gunung diwujudkan dengan Pura Silawana Hyang Sar (Penataran Agung Lempuyang)
  • Puncak gunung dinamai lempuyang luhur. Luhuring Giri Lempuyang sebagai linggih Sang Naga Taksaka, tunggangan Bhatara Icwara (Ciwa) sebagai lambang dewa pralina, mengembalikan keasalnya. Puncak gunung diwujudkan dengan adanya Kahyangan Pura Lempuyang Luhur/murdha berkedudukan sebagai Purusa. (Sumber:  www.devari.org)
Tiga tingkatan simbolisasi dapat diibaratkan seperti pohon; ada akar sebagai dasar, pancer untuk menopang bagian diatasnya dan sekaligus sebagai aliran pertama untuk mengisap sari-sari makanan yang disebarkan keseluruh bagian tumbuhan; batang sebagai madya, sebagai penopang tempat tumbuh dan berkembangnya cabang dan ranting serta tempat tumbuhnya daun, bunga dan buah. Adanya pucuk (puncak) untuk mengatur pertumbuhan yang harmonis , berkembang sesuai situasi kondisi lingkungannya.
Ketiga bagian sebagai disebutkan diatas, wajib mendapatkan perhatian yang seimbang sebagaimana mestinya, agar pertumbuhan tanaman itu dapat tumbuh subur sebagaimana mestinya. Dalam menjaga dan melestarikan lingkungan secara harmonis wajib menerapkan konsep Tri Hita Karana.
Sumber: Anonymous, Petunjuk khusus bila akan sembahyang ke Sad Kahyangan Lempuyang melalui jalur selatan Batu Gunung, 1991.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar