Translate

Rabu, 03 November 2010

PURA YACAAN (PESIMPENAN AGUNG)

Ucap Sulayang Geni : ” Yan ring Redite Sinta, sami tirthane ring lambung-lambung campuh 1 (siki), mapupulang ring pesimpenan kidul, kasiratang ring pemedek. Kesirat ring para pandita, minta banyun pinaruh. Salwir lukat, rumuhan tirtha Gangga siratang ke sor ke luhur, salwir lukat. ”

Di Pura Pesimpenan ini dibangun pelinggih Sanggar Agung beruangan tiga (merong 3), stanan Ida Bhatara Tiga (tri lingga), yaitu :

1. Ida Bhatara Putranjaya, sebagai Raja (Prabhu), pengemban ketentraman / keamanan, kejagadhitan dan kestabilan politik, dilambangkan dengan warna serba kuning.

2. Ida Bhatari Dewi Danuh, sebagai Dewi Kemakmuran yang mengatur kesejahteraan masyarakat, pengaman/stabilitas ekonomi, mengatur keselarasan bhukti muang mukti, dilambangkan dengan warna serba hitam.

3. Ida Bhatara Hyang Genijaya, sebagai pengemban dharma kesucian penegak kerokhanian, kebenaran dan keadilan, dilambangkan dengan warna serba putih bersih.

Di samping sebelah timurnya pura, terdapat sebuah telaga tempat permandian (pesucian) para widyadara-widyadari dari kayangan dan didalamnya tumbuh tunjung panca warna. Di jaba pura tumbuh pohon kaliasem besar yang umurnya sudah lebih dari satu abad. Sayangnya pohon kaliasem  yang digambarkan tersebut saat ini sudah tidak ada.
Foto : Arca Pengabih
Di Pura Pesimpenan ini tempat menyimpan arca-arca prelinggan Ida Bhatara-Bhatari kabeh.



Foto: Arca Panca Pandawa


Selasa, 02 November 2010

PURA TIRTHA MANIK AMBENGAN (DANU SAWANG)

Di Pura ini sering dipergunakan umat Hindu sebagai tempat melukat. Tirtha Manik Ambengan terletak ditengah-tengah hutan di antara dua buah sungai, sungai Bulih Apit aliran Tirtha Telaga Sawang (di barat) dan sungai Bulih Ambengan aliran dari Tirtha Kamandalu (di timur), karena itu tempat ini disebut penyampuhan. Disebut Danu Sawang / danau diawang-awang (Danu Nerawang ucap Sulayang Geni) yang berarti danau bayangan atau Danu-Penyawangan dari 5 buah danau yang terdapat di Bali dan Lombok, yaitu : Danau Batur, Danau Beratan, Danau Buyan, Danau Tamblingan dan Danau Segara-Anak di Gunung Rinjani Lombok. Demikian keyakinan yang diwariskan turun temurun.

Tirtha Manik Ambengan adalah Pesucian Ida Bhatara yang berstana di Pura Windu Sari.

Tirtha-yatra mohon hujan :
Bhagawad gita, III. No. 14.
Karena makanan makhluk hidup,
Karena hujan makanan tumbuh,
Karena persembahan hujan turun,
Dan persembahan lahir karena kerja.
Apabila terjadi kekeringan atau musim kemarau yang panjang, sangat baik di tempat ini mengadakan tirtha-yatra mohon hujan, dengan sarana bebanten :
- Suci ireng satu soroh, lengkap dengan runtutannya.
- Pakelem bebek selem tulus, boleh diganti dengan ayam selem tulus.
Hal ini sudah sering dilaksanakan dan selama ini jarang gagal, dengan nguncarang Weda–Cruti Gangga Stawa .

Melukat = membersihkan kekeruhan/kaletehan :

Pada waktu tertentu, misalnya : Kajeng Kliwon, Purnama-Tilem dan pada Hari Raya lainnya, banyak orang yang berdatangan ke Pura Danu-Sawang / Penyampuhan, untuk melukat; seperti orang-orang yang baru sembuh dari penyakit, baik itu penyakit jasmani maupun penyakit rokhani. Jenis penyakit rokhani adalah : sakit ingatan, kesedihan, putus asa (frustasi), stres, bimbang/bingung, kecewa yang mendalam, kekeruhan bathin, iri hati/cemburu yang berlebihan, prasangka yang berlebihan dll. Hari Kajeng Kliwon Uwudan (panglong), merupakan hari yang sangat baik untuk ngelukat segala macam penyakit yang mengganggu perasaan. Silahkan mencoba dan yakinilah.
Semoga apa yang diharapkan mendapatkan berkah dan waranugraha dari pada Dewa yang berstana di sana.

PURA TIRTHA JAGA SATRU (GANGGA MERTHA)

Tirtha Jaga Satru adalah dua buah mata air di tepi sungai, sebuah terletak disebelah timur dan yang sebuah lagi terletak di sebelah barat sungai. Dibuatkan pelinggih berhadap-hadapan, adu muka-menjaga satru, adalah pesucian Ida Bhatara di Pura Silawna Hyang Sari, dengan praciri Sanggar Agung Kembar stana Dewa Icwara Ardha-Nareswari, merupakan simbolis Surya-Candra, Cetana-Acetana, Purusa-Predana, Positif-Negatif, ini termasuk ajaran Rwa-Bineda.

Tirtha Tunggang :
Pada waktu Umat Hindu akan melaksanakan upacara atitiwa (ngaben), maka mereka akan mencari tirtha tunggang anugrah Ida Bhatara Brahma yang harus dicari oleh prati-santana yang diaben pada waktu tengah malam. Pada waktu pengabenan Tirtha Gangga Mertha kesinanggeh Tirtha Tunggang yang berfungsi sebagai tirtha pengentas, dengan kepercayaan / keyakinan yang dapat akan memisahkan unsur panca maha bhuta dengan panca tan matra atau setula-sarira dengan suksma sarira, serta langsung merupakan pengantar (pengentas) atas kepergiannya Sanghyang Atma dari Bhuah-Loka menuju ke Swah-Loka.

Jayeng perang :
Jika seseorang akan pergi ke medan perang, disinilah mohon restu keselamatan dengan membawa segala senjata peralatan perangnya, keris, tombak, pedang dll, untuk dilukat dan mohon kesidhiannya. Sebaiknya upacara dilaksanakan pada waktu tengah malam, dalam suasana yang sepi dan tenang, kita mohon agar jaya di medan perang dan tidak kekurangan sesuatu apa.
Memerangi musuh dari luar, jauh lebih mudah daripada memerangi musuh pada diri sendiri. Musuh yang timbul dari dalam diri sendiri, adalah Sad Ripu. Sad Ripu timbul karena dikuasai oleh Rajah Tamah. Untuk menyeimbangkan gerak langkah dari Triguna, sebaiknya ditempat ini mohon peleburan (pelukatan) untuk mendapatkan segala langkah yang positif. Penyucian diri harus dilandasi ketulusan hati, karena apapun bentuk penyucian tanpa dilandasi rasa tulus akan sia-sia.

Senin, 24 Mei 2010

PURA TIRTHA SUNIA MERTHA

Letaknya 200 m disebelah utara pura Anggreka Sari dengan mengikuti jalan setapak disebelah barat pura. Berada pada posisi koordinat S O8 24' 283"  dan E 115 38' 300", Jalan setapak ini melintasi kawasan pepohonan yang lingkungannya masih asri dengan udara  sangat sejuk . Menyusuri pinggiran sungai akhirnya tiba di kawasan Pura Tirtha Sunia Mertha. Pura ini juga disebut juga Tirtha Seliwah disebut demikian karena ada tiga pancuran yang berjajar horizontal dari arah selatan ke utara yang mengalirkan air suci bersumber dari mata air yang memiliki warna berbeda, yaitu; warna kuning, putih dan  hitam. Warna ini hanya dapat dilihat oleh mata bathin orang yang sudah waskita.
Tirtha ini  adalah pesucian Ida Bhatara Tiga yang berparahyangan di Pura Pesimpenan Agung Lempuyang Munduk Gunungsari  (Bhujangga-Dewa), yaitu :· Ida Bhatara Hyang Genijaya menciptakan tirtha berwarna putih, sebagai penegak dharma kerokhanian, kebenaran dan keadilan.· Ida Bhatara Putranjaya menciptakan tirtha berwarna kuning, sebagai Prabhu (RAJA) penegak keamanan dan ketentraman lahir-batin.· Ida Bhatari Dewi Danuh menciptakan tirtha berwarna hitam, sebagai pengaman / penegak kemakmuran (stabilitas ekonomi).
Makna filosifis yang terkandung didalam pengertian tirtha sunia mertha adalah air suci kehidupan di alam sunia/niskala, merupakan suatu proses pembersihan diri dari kehidupanyang semula hanya  bertumpu pada hal-hal material saja, namun sesungguhnya jangan melupakan yang bersipat non material(sunia). Sebab bagaimanapun uletnya seseorang  manusia mencari nafkah kalau tanpa restu Sang Pencipta, maka semuanya itu  akan sia-sia. Oleh karena itu ketika kita menjalani kehidupan didunia ada tiga peran penting yang direfleksikan oleh simbul-simbul yang ada di Pura Tirtha Sunia Mertha.
Pertama, perlambang Ida Bhatara Hyang Genijaya yang disimbolkan dengan warna putih selalu berhubungan dengan kesucian (rokhani). Bahwa apapun yang kita kerjakan jangan menyimpang dari kebenaran (dharma). Bahwa kebenaran itu merupakan pondamen utama apapun yang kita pikirkan, ucapkan ataupun perbuat (tri kaya parisudha), juga seperti apa yang tertulis dalam kitab (Brahma Purana,228.45) mengenai  Catur Purusartha menyebutkan " dharmarthakamamoksanam sariram sadhanamyang artinya Tubuh adalah alat (untuk mendapat) Dharma,Artha, Kama dan Moksa.
Kedua, perlambang Ida Bhatara Putranjaya adalah repleksi dari kehidupan kita dalam hal menegakkan kekuasaan, kewibawaan dan kecerdasan, yang banyak hubungannya dengan keamanan dan ketertiban. Sesungguhnya setiap individu mempunya fungsi untuk ; mengatur dirinya dari phase -phase kehidupan manusia yang disebut dengan Catur Asrama yaitu; brahmacari, grhasta, wanaprastha sdan Sannyasa (bhiksuka). Dengan demikian Catur Purusartha merupakan filsapat hidup dari Catur Asrama.  Bhatara Putranjaya punya peran sangat besar dalam mengendalikan kehidupan ini agar tercapai tujuan hidup sejahtra lahir bathin, aman tentram lohjinawi.
Ketiga,perlambang Ida Bhatara Dewi Danuh adalah repleksi kemakmuran,kesuburan dan kesejahteraan peran ini penting untuk tercapainya tujuan hidup "Moksartham Jagathita ya Caiti Darmah".Ketiga peran tersebut selalu melekat kepada setiap individu dan dalam segala fungsi dan posisi. Hukum keseimbangan tersebut dapat dicapai kalau kita selalu introspeksi diri dalam memahami tujuan hidup yang sebenarnya yaitu, meningkatkan kualitas diri dengan berperan langsung kepada lingkungan sehingga dirasakan betapa berharganya kehadiran kita. Kita mampu menjadi pelindung, menjadi perekat dan menjadi suri tauladan dalam kehidupan bermasyarakat, maka bersyukurlah karenanya. Ibarat lilin yang sedang menyala, selama lilin itu masih tersisa selama itu pula dia memberi penerangan, kehangatan dan keceriaan pada sekitarnya, sampai  lilin habis maka padam pula nyalanya. Namun masih menyisakan nilai manfaat yang mendalam terhadap nilai nilai yang tidak akan pernah dilupakan,Semoga.

Selasa, 04 Mei 2010

PURA ANGGREKA SARI

Pura Celelengan/Batu Peti

May 4th, 2010
Letaknya pada posisi : S O80 24′  314″ , E  1150 38′   290″ , sekitar 200 m sebelah utara pura Dalem Dasar Lempuyang dengan jalan beraspal sedikit menanjak. Pada areal sekitar pura ini dinamai batuti, yaitu singkatan dari batu  peti. Hal ini disebut demikian mungkin karena pada pura ini terdapat batu besar berupa celelengan alami (batu peti) yang telah disucikan sebagai pelinggih Bhatara Rambut Sedana. Batu besar sebesar jineng (lumbung) yang di atasnya tumbuh anggrek geringsing yang lebat dan pepohonan yang berbulu halus sejenis pohon ambulu, tetapi daunnya jauh lebih kecil dan  telah disucikan sebagai pelinggih Ida Bhatari Cri. Pustaka sulayang geni menyebutkan : “ Sigra manganjali sadaya, mawas anggrek rupa warna teja katon ring parswa kidul
Menurut keterangan dari Jro Mangku Tunjung almarhum, bahwa pura ini adalah Kahyangan Ida Bhatari Cri dan Ida Bhatara Rambut Sedana, sebagi pusat lumbung kemakmuran Jagat Bali, karena itu pura ini bernama Pura Anggreka Sari. Dulu ada pohon kelapa yang berlobang sedemikian rupa yang berfungsi sebagai kentongan pura yang dipukul hanya sewaktu ada kegiatan upacara.

Bagi Umat Hindu yang akan membangun parhyangan / pemerajan, Sanggah, Pura Ibu, Ulunsuwi, Ulundanu dan lainnya, maka pada waktu ngelinggihang Bhatara Rambut Sedana dan Bhatari Cri, disarankan mendak/nuwur tirtha di Pura Anggreka Sari, guna mohon restu agar dikaruniai cukup sandang pangan dan murah rejeki.
Makna spiritualnya adalah bahwa setiap manusia dalam menapaki kehidupan dari sejak dilahirkan, tumbuh dewasa, memasuki kehidupan berumah tangga,  kemudian mengasingkan diri dari keterikatan duniawi (wanaprasta)  sampai akhirnya berharap mencapai kamoksan, selalu didahului dengan persiapan dan perjuangan; baik secara material maupun spiritual., semuanya itu dibutuhkan agar apa yang dicita- citakan berhasil sesuai dengan yang diharapkan. Namun perlu disadari bahwa tidak semua yaang kita inginkan bisa terwujud seperti harapan, disamping karena kita sudah membawa karma wasana ,suratan nasib, juga dalam perjalanan memperjuangan cita-cita  selalu ada rintangan dan hambatan. Sejauh mana kita bisa bertahan bahkan mampu mengatasi rintangan itu tergantung dari cara kita memandang masalah itu. Penyebab  kegagalan bisa bersumber dari  internal ataupun eksternal, namun yanag harus disadari adalah bagaimana kita mempersiapkan diri dengan matang agar memiliki kwalitas diri . Kwalitas diri artinya mampu bertahan dari segala hambatan,rintangan dan tantangan dengan selamat tanpa menyakiti, merugikan ataupun mengorbankan orang lain. Setelah itu riak kehidupan lainnya hanya bumbu-bumbu kehidupan sebagai pelengka.
Pura Anggreka Sari sebagai stana Dewi Sri dan Dewi Rambut Sedana yang melambangkan kemamuran secara material maupun spiritual mengajarkan kepada kita bahwa betapa pentingnya budaya menabung itu, disimbulkan dengan batu celelengan. Simbol itu bukan tanpa tujuan. Kehidupan itu unik dan tidak semua dapat diterjemahkan oleh pikiran, Kemampuan pikiran relatip terbatas, ada yang lebih utama yang perlu dikembangan adalah potensi diri  tersembunyi yang ada didalam hati kita. Kembangkanlah dengan penuh kesadaran dan cinta maka kehidupan ini akan menjadi lebih menyenangkan.
Sebagai informasi tambahan ; Odalan /rerainan di pura ini yaitu pada hari Sukra Umanis, wuku Kulawu.

PURA DALEM DASAR LEMPUYANG

A. Lokasi
Lokasi Pura ada di Desa Batugunung, letaknya di timur laut kota Amlapura dengan jarak kurang lebih 11 km. Pada posisi koordinat S 08o 24'  512" dan E 115o 38' 146". Ada dua jalan menuju ke lokasi; pertama kalau dari kota Amlapura melalui jalan jurusan Taman Soekasada (Taman Ujung), setelah ketemu pertigaan yang kedua belok kiri, jalan yang kedua dari perempatan Lingkungan Belong Kelurahan Karangasem, dari Jalan RA Kartini lurus ke Timur melalui Desa Tegallinggah akan melewati Desa Bukit terus ke Desa Batugunung dan di tengah - tengah Desa inilah terletak Pura Dalem Dasar Lempuyang.

Pura ini merupakan pintu gerbang pertama yang ada di kawasan Desa Batugunung menuju ke Pura-pura Sad Kahyangan Lempuyang lainnya tembus sampai ke Puncak Lempuyang Luhur. Sesuai dengan bunyi candra sangkala pada batu prasasti, Icaka : Panca Cunia Gapuraning Wong yang disaksikan oleh Bapak Gubernur Kepala Daerah Tk. I Bali, Prof. DR. Ida Bagus Mantra, pada upacara ngenteg linggih medudus Agung tanggal 22 Oktober 1983.

  B. Fungsi Pura
1. Pura Tempat Nuntun Kawitan/Mendak Leluhur.
Sesungguhnya kedudukan Sad Kahyangan Lempuyang sama/sejajar dengan Sad Kahyangan Besakih, demikian pula kedudukan Pura Dalem Dasar Lempuyang di Batugunung sama/sejajar dengan Pura Dalem Puri di Besakih (kedudukannya sebagai Predana).
a. Acara nuntun/mendak kawitan
Bagi Umat Hindu yang telah selesai melaksanakan upacara Pitra-Yadnya, dari ngaben sampai dengan angatma wedana (nyekah, ngeroras, memukur, meligya dsb),maka pada waktu mecangkrama angajar-ajar/nyegara gunung, sampai saatnya tiba di Pura Dalem Dasar Lempuyang di Batugunung tempat bermohon nuntun kawitan / mendak leluhur, dengan upakara manut dengan dresta masing-masing, misalnya : Daksina mahyas (pengadeg) 2 buah, sebagai Sangge lanang-istri bagi leluhur yang tidak teringatkan lagi (tan kaelingan); Daksina mahyas sebagai pengadeg dari masing-masing orang yang dituntun. Untuk kelompok (satu dadya) boleh dibuatkan pengadeg 2 buah; Daksina gede (galahan) pejati satu buah; Peras, ketipat kelanan, canang raka dan buah-buahan seperlunya;
      Sesari katur sepisan (penebus), dilakukan menurut keikhlasan dan bobot dari keyakinan Sang meyadnya, disesuaikan dengan kondisi dan keadaannya masing-masing. Pada Pura ini terdapat sebuah pelinggih gedong cangkub beratap ijuk. Di dalamnya dibangun 3 buah padma sari (padma juru) Pelinggih/Stana : Ida Bhatara Hyang Genijaya; Ida Bhatara Empu Kuturan; Ida Bhatara Sakti  Wahu Rauh;
Ida Bhatara Tiga rumaga Trilingga Maha Guru Besar kerokhanian saksat Windhu Telu (Surya Candra Tranggana = matahari, bulan dan bintang) yang memberikan suluh penerangan suci bagi Umat Hindu dalam jangkauan 3 generasi/3 zaman sebagai juru selamat Hindu Dharma di Nusantara ini.
Oleh karena itu bagi kaum muda remaja sebagai generasi penerus wajib menghayati dan melestarikan suluh dan sinar suci tersebut, agar jangan sampai kita mungpang-laku (tersesat) dalam mengarungi kehidupan lahir bathin, sekaligus selaku penangkal segala hal yang negatip pada era globalisasi masa kini.
Bagi pemedak yang akan sembahyang/metirtha yatra ke Sad Kahyangan Lempuyang, diharapkan muspa dulu di Pura ini untuk mohon izin agar menemukan jalan kebahagiaan sesuai dengan permohonan masing-masing dan selamat sampai pada tujuan.
Muspa (Panca-Sembah)
a. Muspa Puyung = mengheningkan cipta :Om Atma Tattwatma sudhamam swaha “
b. Muspa ke Surya : Om Aditya syo param Jyotir, rakta tejo namastute sweta pangkaja madyaste, bhaskara ya namostute
Om Prenamia Bhaskaram Dewam, sarwa klesa winasanam, prenamya DityaCiwartam, bhukti-mukti wara pradam
Om Hrang, Hring, S a h, Parama Ciwaditya ya namo namah swaha
c. Muspa khusus ring Ida Bhatara Tiga (kutipan dari Pustaka Sulayang Geni) ;
  •   Om Guru Dewa Guru Rupam, Guru Madya Guru Purwam, Guru Pantaram Dewanam, Guru Deva Sudha nityam “
  •   Om Om Tigantu Wiprah Wisesah, Brahma jaya Pacupatah, Siki Geni kasulayam,Brahmano nrepah widyatah “
  •    Om Agni Surya Kretha-krethyam, Cuksma Kusale ri Dewam, Panca astam Maha Putrah, Panca Mandala Panditah </span>“

    Om Sri Guru byoh nama swaha “
d. Muspa mohon panugrahan :

"Om anugraha manoharam, dewa datha nugrahakam, hyarcanam sarwa pujanam, namo sarwa nugrahakam, “Om dewa-dewi maha sidhi, yadnya krthamulat midam, laksmi sidhisca dirgayuh, nirwignam suka wredhitah. “Om Ayu wredhi yasa wredhi, wredhi pradnya suka cryam, dharma santana wredisca, santute sapta   wredhayah
“Om Dirgayur nirwignam suka wredhi nugrahakam “
e. Muspa Puyung (mepamit) :
"Om Dewa Suksma Parama Cintya ya namo namah swaha

Catatan :

Apabila keadaannya sangat mendesak, boleh maturan sekedar canang sari saja atau dengan muspa puyung melaluai jnana-marga.

Pujawali/Petirtaan;:
Puja wali atau petirthan Ida Bhatara di Pura Dalem Dasar Lempuyang dilaksanakan tiap-tiap tahun, jatuh pada tiap-tiap sasih ke-5 (lima). Hal ini telah sesuai dengan ucap Pustaka Sulayang Geni yang antara lain berbunyi sebagai berikut :
Ring purnama kelima ring Dasar Batugunung mapupul Bhatara, kayap ring Gunung Lempuyang, puput sadinten. Enjangnya lunga mapupul-pupul ring Pasar Agung, ngelingin linggih,katuran mentah rateng sawenang-wenang sakama soangsoang “
Pesucian Ida Bhatara bernama Pesucian Cunia-Gangga Mertha terletak di sebelah tenggara pura.

Jumat, 23 April 2010

STRUKTUR SAD KAHYANGAN GIRI LEMPUYANG

Gunung Lempuyang Terdiri dari ;

Dasar gunung/kaki gunung, dinamai Lempuyang Dasar. dasaring Giri Lempuyang linggih Sang Naga Ananta Bhoga, merupakan tunggangan Bhatara brahma, untuk menciptakan sesuatu yang belum ada menjadi ada, dilambangkan dengan nada simbolis (wijaksara) HRANG sebagai bungkah/pangkal. Pukahing gunung/dasar gunung, diwujudka dengan Kahyangan Pura Dalem Dasar Lempuyang, ibarat kaki kedudukannya sebagi Predana.

- Madyaning gunung, dinamai Lempuyang Madya. madyaning Giri Lempuyang linggih Sang Naga Basukih, merupakan tunggangan Bhatara Wisnu, untuk memelihara dan mengayomi sesuatu yang telah ada, sehingga terwujud keseimbangan, keharmonisan serta keserasian isi dunia ini, dilambangkan dengan nada simbolik (wijaksara) HRING terletak ditengah-tengah. Madyaning gunung, diwujudkan dengan adanya Kahyangan Pura Silawana Hyang Sari (Penataran Agung Lempuyang), merupakan batang tubuh/pusat yang menopang dan menyangga kepala.

- Pucak gunung atau agraning gunung, dinamai Lempuyang Luhur, Luhuring Giri Lempuyang sebagai linggih Sang Naga Taksana, merupakan tunggangan Bhatara Icwara (Ciwa), guna mengadakan peleburan (pralina) segala sesuatu yang seharusnya dilebur, sehingga dunia ini tetap kelihatan indah dan menarik, dilambangkan dengan nada simbolik (wijaksara) S A H sebagai agra tungtung.

Agraning gunung, diwujudkan dengan adanya Kahyangan Pura Lempuyang Luhur, ibarat kepala atau murdha berkedudukan sebagai purusa.

- Ketiga faktor tersebut diatas, dapat diibaratkan sebatang pohon (pepohonan) :

a. adanya akar (dasar) untuk mencari/menghisap makanan yang akan diedarkan ke seluruh batang, ranting, bunga dan buah serta pertumbuhan pucuk yang akan mengembangkan kehidupan pohon itu

b. adanya batang (madya) untuk menampung tumbuhnya ranting-ranting yang akan menghasilkan daun bunga dan buah.

c. adanya pucuk (puncak) untuk mengatur pengembangan/pertumbuhan yang harmonis.

Ketiga bagian itu patut mendapat pemeliharaan yang seimbang agar mendapatkan hasil yang diharapkan, tetapi bagi orang awam akar yang tersembunyi di bawah tanah sering dilupakan, tanpa menyadari betapa pentingnya akar itu.

Kuta mantra :

” Om hrang, hring, sah, parama ciwa ditya ya namo namah swaha. ”

Arti bebasnya :

Dari awal/dasar, madya/tengah, pucak/tungtung, Ida Bhatara Ciwa Raditya yang disucikan dan dipuja.

Keadaan ini dikuatkan oleh ucap Pustaka Sulayang Geni, antara lain :

” Saking dasar bedawang nala, nerus ring agra premana, maka pakna molihing suksma paukudan”.

Arti bebasnya : dari dasar gunung terus sampai ke puncak, merupakan perwujudan badan halus (suksma sarira)

“ Saking pukahing gunung, angayap Hyang Pramesti, prapta rilambung tumus ring agra tungtung, maneresti purana kerthining Lampuhyang”.

Arti bebasnya : dari dasar gunung memuja Hyang Pramesti ( hyang sinuhun), sampai dengan di madya, terus tembus ke puncak , membangun kahyangan bersinar suci, indah permai dan lestari.


4 JALAN MENUJU LEMPUYANG LUHUR

Bagi umat hindu yang ingin sembahyang ke Lempuyang Luhur, dapat melalui 4 jalan;

- Jalur Utara, naik dari Desa Kemuda (Purwayu) kedesaan Tista, Kecamatan Abang – Karangasem, akan melewati : Pura Purwayu, Pura Telaga Mas, Pura Pasar Agung dan Pura Lempuyang Luhur.

- Jalur Barat, naik dari Desa Basangalas, kedesaan Tista, Kecamatan Abang – Karangasem terus menuju Desa Gamongan Kedesaan Tiyingtali, Kecamatan Abang – Karangasem, akan melewati: Pura Tirtha Telaga Sawang, Pura Penataran Lempuyang Madya Gamongan, Pura Merajan Bisbis, Pura Pasar Agung dan Pura Lempuyang Luhur.

- Jalur Timur, mulai naik dari Desa Jumenang, Kedesaan Tumbu, Kecamatan/Kabupaten Karangasem, akan melewati: Pura Penataran Kenusut Jumenang, Pura Pasar Agung Jumenang dan Pura Lempuyang Luhur.

- Jalur Selatan, mulai naik dari Desa Batugunung, Kedesaan Tumbu, Kecamatan/Kabupaten Karangasem, akan melewati :

1. Pura Dalem Dasar Lempuyang di Batugunung, merupakan pintu gerbang masuk, bilamana akan memedek/tangkil ke pura-pura Sad Kahyangan Lempuyang

2. Pura Anggreka Sari, lingga batu-celelengan alami dan batu besar sebagai kelumpu (lumbung)

3. Pura Tirtha Sunia-mretha (Tirtha Seliwah), Tirtha ciptaan Ida Bhatara Tiga, berwarna putih, hitam, dan kuning (hanya dapat dilihat dengan mata bathin).

4. Pura Tirtha Jaga Satru ( tirtha gangga-mretha), terletak dikanan kiri sungai, berhadap-hadapan (adumuka).

5. Pura Tirtha Manik Ambengan (Danu Sawang), yaitu penyampuhan 2 buah tirtha yang berasal dari aliran Tirtha Telaga Sawang bercampur dengan aliran Tirtha Kamandalu.

6. Pura Yasaan (Pura Pesimpenan Agung) di Gunung Sari.

7. Pura Silawana Hyang Sari (Penataran Agung Lempuyang) di Gunung Sari – Munduk Bhujangga Dewa.

8. Pura Windhusari, pelinggih padma-sari Ider Bhuana di Gunung Sari.

9. Pura Tirtha Sudhamala, terletak di pinggir hutan.

10. Pura Tirtha Empul (sudha-petaka), tirtha yang keluar dari lubang batu besar, terletak pada tebing yang curam ditengah hutan.

11. Pura Batu Penyangcangan (Pura Astitina Sapta-Petala) di tengah hutan.

12. Pura Pasar Agung (bagian tengah) di tengah hutan.

13. Pura Tirtha Kamandalu, terletak di tengah hutan.

14. Pura Tirtha Manik Bulan, terletak di tengah hutan lebat, sudah dekat dengan Pura Lempuyang Luhur (kurang lebih lagi 200 meter).

15. Pura Lempuyang Luhur – Pucak Bisbis, linggih tirtha pingit pada pering asoca-kembar.

Empat belas pelebahan Pura Sad Kahyangan Lempuyang (No.1 s/d No.14) adalah menjadi tanggung jawab/empon masyarakat Batugunung dengan jumlah anggota Banjar hanya 22 kepala-keluarga.

Jika keadaannya ditinjau khusus dari Jalur Selatan Batugunung, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

- Dasar Lempuyang = Pura Dalem Dasar Lempuyang di Batugunung.

- Madya Lempuyang = Pura Silawana Hyang Sari (Penataran Agung Lempuyang)

- Luhur Lempuyang = Pura Lempuyang Luhur (sebagai mudha) dengan tirtha pingitnya yang terdapat di dalam bambu pering asoca kembar.

Tiga faktor tersebut diatas, mempunyai kaitan yang sangat erat sebagai poros kesucian yang dilambangkan dengan nada simbolik (wijaksara) : HRANG ( ) = Brahma, HRING ( ) = Wisnu, S A H ( ) = Icwara/Ciwa = sebagai Utpati – Stithi – Prelina = (Tri Murti – Tri Linggatmanam), menurut filsafat – Tattwa Agama Hindu.

Demikian sekilas pandang dapat kami sampaikan untuk dimaklumi bersama, demi kemantapan rasa bhakti (iman) terhadap Ida Bhatara-Bhatari Sinuhun kabeh. Semoga Ida Bhatara Lelangit asung kertha wara nugraha untuk memancarkan sinar suci-Nya kepada semua Umat Hindu di mana saja berada, sehingga dapat kita mencapai kedamaian / ketentraman batin yang mendalam, umangguh hita wasana sekala-niskala. Om,Santih,Santih,Santih Om

Jumat, 16 April 2010

MEMAHAMI KAWASAN PURA LEMPUYANG

Yang dimaksud dengan gunung catur loka phala salah satunya adalah gunung Lempuyang yang letaknya disebelah timur atau ujung timur pulau Bali terdapat di Kabupaten Karangasem, merupakan stana Bhatara Hyang Gnijaya, tempat memuja Dewa Icwara, dilambangkan dengan warna putih sebagai dewa pengemban dharma, penegak kebenaran, keadilan, penuntun rokhani mental spiritual. Dahulu puncak gunung Lempuyang ini disebut juga puncak Bisbis, mungkin dihubungkan dengan kondisi alam yang selalu berkabut dan sering turun hujan gerimis, sebagai puncak yang terakhir atau penghabisan. Gunung ini sekarang lebih dikenal dengan nama Lempuyang Luhur. Ditempat ini Ida Bhatara Hyang Genijaya melaksanakan yoga samadhi sampai mencapai kesempurnaan bathin amoring acintya.
Gunung Lempuyang letaknya disebelah barat Gunung Seraya, karena gunungnya berjajar maka disebut gunung kembar. Kedua gunung ini melambangkan sifat rwa bhineda, yang diwujudkan dalam bentuk padma kembar. Struktur pura yang memiliki padma kembar dapat dilihat di pura Penataran Agung Silawana Hyang Sari. Gunung Seraya melambangkan Purusa dan Gunung Lempuyang melambangkan Pradana. Di Gunung Seraya terdapat pura yang disebut Bhur, Bhwah, Swah. Seratus meter dibawah pura swah loka terdapat lima mata air yang disebut dengan tirta panca dewata. Gunung seraya lebih tinggi 300 m daripada gunung lempuyang. Untuk dapat kesana dapat melalui Desa Seraya (sekitar pura puseh desa seraya). Kendaraan bermotor bisa sampai dikaki gunung seraya di boar-boaran.
Struktur Sad Kahyangan Giri Lempuyang
Kawasan gunung Lempunyang dibagi dalam tri mandala yaitu; dasar , madya dan puncak.
  • Kaki gunung disebut dengan lempuyang dasar, stana Sang  Ananta Bhoga, tunggangan Bhatara Brahma sebagai simbul sang pencipta dari tidak ada menjadi ada.  Dasar gunung ini diwujudkan dengan Kahyangan Pura Dalem Dasar Lempuyang,  berkedudukan sebagai pradana.
  • Madyaning gunung disebut lempuyang madya. Madyaning giri lempuyang linggih Sang Naga Basukih, tunggangan Bhatara Wisnu, sebagai lambang dewa pemelihara. Madyaning gunung diwujudkan dengan Pura Silawana Hyang Sar (Penataran Agung Lempuyang)
  • Puncak gunung dinamai lempuyang luhur. Luhuring Giri Lempuyang sebagai linggih Sang Naga Taksaka, tunggangan Bhatara Icwara (Ciwa) sebagai lambang dewa pralina, mengembalikan keasalnya. Puncak gunung diwujudkan dengan adanya Kahyangan Pura Lempuyang Luhur/murdha berkedudukan sebagai Purusa. (Sumber:  www.devari.org)
Tiga tingkatan simbolisasi dapat diibaratkan seperti pohon; ada akar sebagai dasar, pancer untuk menopang bagian diatasnya dan sekaligus sebagai aliran pertama untuk mengisap sari-sari makanan yang disebarkan keseluruh bagian tumbuhan; batang sebagai madya, sebagai penopang tempat tumbuh dan berkembangnya cabang dan ranting serta tempat tumbuhnya daun, bunga dan buah. Adanya pucuk (puncak) untuk mengatur pertumbuhan yang harmonis , berkembang sesuai situasi kondisi lingkungannya.
Ketiga bagian sebagai disebutkan diatas, wajib mendapatkan perhatian yang seimbang sebagaimana mestinya, agar pertumbuhan tanaman itu dapat tumbuh subur sebagaimana mestinya. Dalam menjaga dan melestarikan lingkungan secara harmonis wajib menerapkan konsep Tri Hita Karana.
Sumber: Anonymous, Petunjuk khusus bila akan sembahyang ke Sad Kahyangan Lempuyang melalui jalur selatan Batu Gunung, 1991.